BACAGEH, Lampung-- Aroma kopi kini ikut mewarnai hutan hujan tropis Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman di Lampung. Namun, kopi yang ditanam di kawasan konservasi ini bukan sembarang kopi. Ia hadir dengan konsep ramah burung, sebuah inovasi yang menggabungkan pelestarian satwa liar dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar.
Tahura seluas 22 ribu hektare ini selama ini dikenal sebagai rumah bagi berbagai flora dan fauna, mulai dari bunga bangkai, beruang madu, rusa sambar, hingga siamang dan elang brontok. Selain itu, Tahura juga menjadi lokasi utama pelepasliaran ribuan burung hasil sitaan dalam beberapa tahun terakhir.
Kepala Dinas Kehutanan Lampung, Yanyan Ruchyansyah, menegaskan bahwa keberadaan burung sangat vital. “Burung berperan sebagai pengendali hama alami dan penyerbuk. Mereka menjaga keseimbangan ekosistem, termasuk di perkebunan kopi,” jelasnya.
Burung Jadi Partner Petani
Kebun kopi ramah burung ini dikembangkan bersama Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktan) SHK Lestari Desa Cilimus, Kabupaten Pesawaran, dengan pendampingan organisasi konservasi FLIGHT. Para petani berkomitmen melarang perburuan burung di lahan mereka dan justru menanam pohon buah serta tanaman berbunga yang bisa menjadi sumber pakan satwa.
“Dengan begitu, burung tetap bisa hidup bebas, sekaligus membantu kami menjaga tanaman kopi,” ujar salah satu anggota Gapoktan.
Kopi Bernilai Tinggi
Tak hanya ramah lingkungan, kopi ini juga menjanjikan potensi ekonomi. Menurut Heri Widodo dari Balai Karantina Lampung, pasar ekspor kopi internasional menuntut produk bebas residu pestisida. “Burung membantu petani mengurangi hama, sehingga kopi tetap sehat tanpa harus disemprot bahan kimia,” ungkapnya.
Direktur Eksekutif FLIGHT, Marison Guciano, menambahkan bahwa tren global kini semakin menghargai produk berkelanjutan. “Kopi ramah burung tidak hanya menawarkan rasa, tetapi juga cerita tentang pelestarian alam,” katanya.
Kolaborasi Multi Pihak
Program kopi ramah burung ini didukung penuh oleh banyak pihak, mulai dari pemerintah daerah, BKSDA, Balai Karantina, Brigif 4 Marinir BS, hingga pemerintah desa.
Kepala UPTD Tahura Wan Abdul Rachman, Eny Puspasari, optimistis program ini mampu menjadi model konservasi yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Di tengah ancaman perburuan dan perambahan hutan, inisiatif kopi ramah burung di Tahura Lampung menjadi oase harapan. Ia memperlihatkan bahwa menjaga kelestarian alam tidak selalu bertolak belakang dengan kebutuhan ekonomi, justru bisa berjalan beriringan.
Laporan/Editor: Ardiansyah
Berikan Komentar